Kamis, 27 Oktober 2011

Etika Bisnis Online

Kemudahan serta kebebasan dalam memasarkan bisnis via internet menjadikan bisnis ini banyak di gemari oleh semua orang. Bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja walau tanpa harus bertatap muka membuat para internet marketer seolah-olah bisa melakukan apa saja yang mereka mau.
Siapa sih yang nggak mau beralih profesi dari pebisnis konvensional menjadi pebisnis internet melihat cara kerja yang demikian !
Tapi siapa sangka dibalik kemudahan dan kebebasannya banyak orang menyalahgunakan teknologi yang satu ini. Hal ini terlihat dari banyaknya situs-situs yang melakukan SCAM (penipuan online), pemerasan tanpa disadari, dan semua bentuk kejahatan yang dilakukan di dunia maya.
Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah mereka meninggalkan yang namanya ETIKA BISNIS.
Dalam menjalankan bisnis internet, etika merupakan kunci yang harus tetap dijaga walau tidak bertemu orang secara langsung, ini demi menjaga hubungan yang baik antara penjual dan pembeli sehingga internet marketing yang kita lakukan akan berjalan awet tanpa merasa dirugikan antara pihak satu dengan yang lain.
Berikut beberpa point penting etika yang harus dimiliki oleh pebisnis Internet:
# Jujur
Kejujuran merupakan sikap yang harus di punyai oleh setiap pebisnis internet. Siapapun tahu kalu di UU negara dan agama sangat menjunjung tinggi yang namanya kejujuran.
Jujur dalam bisnis internet bisa meliputi apa saja yang disampaikan, seperti pembuatan sales letter yang sesuai dengan konten, sebab selama ini banyak pengaduan-pengaduan yang menyatakan banyaknya penjual ebook yang hanya menjual mimpi setinggi langit tapi konten yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Tentu saja ini membuat konsumen kecewa dan berang yang pada akhirnya hanya merugikan penjual ebook itu sendiri karena pembeli yang merasa tertipu tadi bercerita keberbagai forum yang isinya tentu saja menjatuhkan si pemilik produk.
Atau jika sebagai pemasar (affiliate) tidak mengada-ngada ketika merekomendasikan suatu produk yang bisa menjerumuskan orang terhadap info yang diberikan dan lain sebagainya.
Jika sikap jujur ini telah benar-benar dilaksanakan, maka akan tumbuh yang namanya sikap saling percaya dan tentu saja akan menguntungkan semua pihak, bahkan lawanpun menjadi kawan.
# Tanggung Jawab
Sebagai pengelola maupun pemilik jasa suatu layanan, tanggung jawab merupakan sikap yang wajib dimiliki. Karena ini menyangkut kredibilitas kita juga melibatkan kepuasan konsumen.
Semakin kita cepat dan tanggap dalam memberikan respon yang diadukan pelanggan semakin konsumen merasa puas dengan service yang kita berikan.
Jika pelanggan telah puas dengan layanan yang kita berikan, mereka akan berbicara kesana-kemari dan merekomendasikan produk maupun jasa kita, dan pada akhirnya sikap tanggung jawab tersebut akan menguntungkan pada diri kita sendiri sebagai pengelola.
# Sabar
Kadangkala sesuatu yang kita inginkan belum tercapai, kita keburu berbuat tindakan penyelewengan (nekat) yang melanggar aturan. Contoh kecil jika kita mengikuti progam bisnis gratis PPC (pay per click), karena tidak kunjung mendapatkan trafik dan minimnya orang yang mengklik iklan yang kita sediakan, iklan tersebut malah kita klik sendiri.
Selain merugikan orang lain lain juga merugikan diri kita sendiri, karena account akan dibanned dan kita sebagai publisher dikeluarkan dari program tersebut
Memang tidak mudah menjadi pebisnis internet, dibutuhkan sikap sabar dan ketekunan dalam menghadapi situasi sesulit apapun,  karena apapun bentuk suatu pekerjaan jika tidak dilandasi sikap sabar maka niscaya hasilnya tidak akan memuaskan.
Sebuah kalimat kata yang sangat menarik, ” Kadar kesungguhan seseorang sebanding dengan hasil yang ia dapatkan. Semakin tinggi tingkat usahanya semakin besar hasil yang didapat, sebaliknya semakin rendah usaha seseorang maka hasilnyapun juga akan rendah”

Arti Penting Etika Bisnis

Arti Penting Etika Bisnis

Perilaku Etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif baik lingkup makro ataupun mikro.

1.Perspektif Makro

Pertumbuhan suatu negara tergantung pada efektivitas dan efisiensi sistem pasar dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan supaya sistem dapat bekerja secara efektif dan efisien adalah:
Adanya hak memiliki dan mengelola properti swasta
Adanya kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
Adanya ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa

Jika salah satu subsistem dalam sistem pasar ini melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan mengambat pertumbuhan sistem secara makro. Contoh-contoh perilaku tidak etis pada perspektif makro adalah :

a. Penyogokan atau suap: Yaitu memberikan sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun ‘pembayaran kembali’ setelah deal terlaksana.

b. Tindakan pemaksaan: Merupakan tekanan, pembatasan, dorongan dengan paksa menggunakan jabatan atau ancaman untuk memaksakan kehendak. Tindakan pemaksaan ini misalnya berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan terhadap seseorang.

c. Informasi palsu (Deceptive information): Yaitu memberikan informasi yang tidak jujur untuk mengelabuhi atau menutupi sesuatu yang tidak benar.
d. Pencurian dan penggelapan:Tidak hanya di bidang politik dan militer, di dalam bidang bisnis pun sudah ada kegiatan spionase. Fei Ye, (37 th), and Ming Zhong, (36 th) ditangkap polisi Amerika dengan tuduhan telah mencuri rancangan microchip dan rahasia perusahaan dari perusahaan komputer Sun Micro systems Inc., NEC Electronics Corp., Transmeta Corp. dan Trident Micro systems Inc. Mereka ditangkap di airport San Fransisco saat akan terbang ke negeri Cina.

e. Perlakukan diskriminatif, yaitu perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan,atau agama.

2. Perspektif Mikro

Dalam lingkup mikro perilaku etisidentik dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro terdapat rantai relasi dimana pemasok (supplier), perusahaan, konsumen,karyawan saling berhubungan dalam kegiatan bisnis yang saling mempengaruhi. Tiap mata rantai di dalam relasi harus selalu menjaga etika sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik.

Bagaimana perilaku etis dapat berperan dalam menciptakan keberlangsungan usaha? Sebagian besar perusahaan berusaha menciptakan adanya repetitive purchase (pembelian berulang) yang dilakukan konsumen. Hal ini hanya dapat terjadi jika konsumen merasakan kepuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan dapat mencederai kepuasaan ini.

Dalam kaitannya dengan dalam relasi bisnis, setiap perusahaan ingin bekerja sama dengan perusahaan yang dapat dipercaya. Kepercayaan ini ada di dalam reputasi perusahaan yang tidak diciptakan dalam sekejap. Perilaku etis merupakan salah satu komponen utama dalam membangun reputasi perusahaan.
Dalam hubungan dengan pihak perbankan, banyak perbankan yang memasukkan komponen etika bisnis dalam mempertimbangkan pengesahan permohonan kredit. Pihak perbankan lebih yakin dalam mengabulkan pinjaman terhadap perusahaan yang telah melaksanakan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility.

Dalam skala global, telah merebak kesadaran baru bahwa selain memiliki hak-hak sebagai konsumen, mereka juga memiliki kewajiban. Mereka menyadari bahwa perilaku konsumsi mereka dapat berpengaruh terhadap ketidakadilan dan kerusakan lingkungan. Itu sebabnya, lapisan masyarakat yang terdidik mulai selektif di dalam mengkonsumsi suatu barang/ jasa.Mereka tidak akan membeli barang yang diproduksi oleh perusahaan yangmembalak hutan. Mereka menolak produk dari pabrik yang tidak memberi upah yang layak kepada buruhnya.

Sedangkan secara internal, penerapan etika juga dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Menurut penelitian Erni Rusyani (dosen Fak. Ekonomi Unpas Bandung) perusahaan yang tidak perduli pada etika bisnis, maka kelangsungan hidup perusahaan itu akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.

Hal ini terjadi akibat pihak manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi,keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi yang tidak sehat ini.

Di dalam tingkat kompetisi yang sangat tinggi, perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko.

Hal ini hanya dapat terjadi jika perusahaan itu memiliki budaya kerja yang suportif. Salah satu syaratnya adalah adanya etika perusahaan.

Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia


Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia
Ekonomi kerakyatan sebagai suatu sistem ekonomi yang memberikan pemihakan kepada pelaku ekonomi lemah kiranya pantas mendapatkan prioritas utama penanganan. Hal ini bukan saja karena ekonomi kerakyatan memiliki pijakan konstitusional yang kuat, namun juga karena ia gayut langsung dengan nadi kehidupan rakyat kecil yang secara obyektif perlu lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu ‘engine’ bagi peningkatan kesejahteraan rakyat (social welfare) dan sekaligus alat ampuh untuk lebih memeratakan ‘kue pembangunan’ sejalan dengan program pengentasan kemiskinan (poverty alleviation).

Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri. Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan.

Secara operasional, jika koperasi menjadi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.

Secara obyektif disadari bahwa disamping ada koperasi yang sukses dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terdapat pula koperasi di Indonesia (bahkan mungkin jauh lebih banyak kuantitasnya) yang kinerjanya belum seperti yang kita harapkan. Koperasi pada kategori kedua inilah yang memberi beban psikis, handycap dan juga ‘trauma’ bagi sebagian kalangan akan manfaat berkoperasi.

Anggota masyarakat yang akan mendirikan Koperasi harus mengerti maksud dan tujuan berkoperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh Koperasi untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota. Pada dasarnya Koperasi dibentuk dan didirikan berdasarkan kesamaan kepentingan ekonomi. Agar orang-orang yang akan mendirikan Koperasi memperoleh pengertian, maksud, tujuan, struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi dan prospek pengembangan koperasi kedepannya, maka mereka dapat meminta penyuluhan dan pendidikan serta latihan dari Kantor Dinas Koperasi atau badan Pemerintah yang mengurusi perkoperasian setempat. 

Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya, menggeser paradigma “memberi” ke “ pemberdayaan”, serta mengurangi tumbuhnya sifat konsumtif masyarakat yang  secara perlahan membentuk sifat produktif, inovatif, kreatif pada masyarakat dan menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat itu. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang unggul dengan memperhatikan pertanian, pariwisata, industri kecil dan kekuatan koperasi.  Pembangunan ekonomi tidak bisa hanya memperhatikan komponen pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga harus memperhatikan pemerataan pendapatan. Untuk itu, pembangunan ekonomi diarahkan pada peningkatan produktivitas dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah.

ekonomi rakyat yang dapat diperkuat dalam wadah koperasi adalah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya ternyata dapat berhasil. Ekonomi Rakyat adalah usaha ekonomi yang tegas-tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk (sekedar) memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan pokok anggota.
Ekonomi Rakyat dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu/diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat seperti inilah yang tidak dilihat oleh pakar-pakar ekonomi yang memperoleh pendidikan ekonomi melalui buku-buku teks dari Amerika dan yang tidak berusaha menerapkan ilmunya pada kondisi nyata di Indonesia. Teori-teori ekonomi mikro maupun makro dipelajari secara deduktif tanpa upaya  menggali data-data empirik untuk mencocokkannya. Karena contoh-contoh hampir semuanya berasal dari Amerika dengan ukuran-ukuran relatif besar, maka mereka dengan mudah menyatakan ekonomi rakyat tidak ada dan tidak ditemukan di buku-buku teks Amerika. Misalnya Menteri Pertanian yang memperoleh gelar Doktor Ekonomi Pertanian dari Amerika Serikat dengan yakin menyatakan bahwa “Farming is business”, meskipun tanpa disadari yang dimaksud adalah”Farming (in America) is business”, sedangkan di Indonesia harus dicatat tidak semuaya dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi “way of life”, kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan kegiatan bisnis yang mengejar untung.
Jika banyak orang Indonesia termasuk ilmuwan berpendapat bahwa ekonomi rakyat Indonesia “tidak ada”, atau tidak mempunyai sejarah, maka dasar pendapatnya jelas karena mereka (orang awam maupun ilmuwan) tidak membaca buku-buku sejarah ekonomi Indonesia. Maka kita patut berterimakasih pada Anne Booth penulis buku The Indonesian Economy in the Nineteenth and Twentieth Century: A History of Missed Opportunity (Macmillan & St. Martin’s, 1998) dan Howard Dick dkk., The Emergence of A National Economy (Allen & Unwin & U-Hawaii, 2002). Kedua buku ditulis dalam rangka lebih memahami ekonomi Indonesia modern sejak Indonesia Merdeka 1945. Karena tidak ada buku-buku sejarah ekonomi Indonesia, pakar-pakar ilmu sosial Indonesia termasuk pakar ekonomi tidak mempunyai referensi dalam menerangkan fenomena-fenomena ekonomi dan sosial masa kini dan dengan demikian juga tidak dapat memperkirakan akar-akar sejarah permasalahan sosial ekonomi dewasa ini. Dalam kondisi demikian banyak diantara mereka menggunakan referensi sejarah ekonomi negara-negara lain yang dianggap relevan, padahal barangkali mereka sadar referensi tersebut banyak yang tidak relevan.
Dalam pada itu buku-buku tentang ekonomi atau perekonomian Indonesia yang ditulis oleh pakar-pakar ekonomi Belanda seperti Boeke dan Furnival tidak dibaca dengan alasan yang kurang jelas. Perdebatan seru tentang tesis dualisme ekonomi yang terbit sebagai buku Indonesian Economics (Van Hoeve, 1966), belum pernah secara lengkap diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk didiskusikan dalam kuliah-kuliah Ekonomi Indonesia. Mata kuliah Ekonomi Indonesia ini oleh konsorsium Ilmu Ekonomi di Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi telah diubah menjadi Perekonomian Indonesia, yang tentu saja sekedar membicarakan fenomena-fenomena dan bekerjanya perekonomian Indonesia Modern, terutama sejak tahun 1966 (Masa Orde Baru). Penulis buku ini yang mengampu kuliah ekonomi Indonesia selama 20 tahun terakhir, tetap menyebutnya sebagai Ekonomi Indonesia, dan mengisinya dengan sejarah perekonomian Indonesia (sejak masa penjajahan) dan sejarah pemikiran ekonomi Indonesia. Disamping itu dibahas pula sistem ekonomi Indonesia dengan memberikan perhatian dan penelusuran deskriptif dan analitis pada sejarah sistem ekonomi sejak sistem ekonomi monopolistik ala VOC (1600 – 1800), sistem ekonomi komando ala Tanam Paksa (1830 – 1870), dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870. Salah satu buku penulis yang dipakai sebagai buku teks Ekonomi Indonesia berjudul Sistem dan Moral  Ekonomi Indonesia (LP3ES, 1988) dan Membangun Sistem Ekonomi (BPFE, 2000).
Buku Anne Booth, yang banyak mengacu pada buku-buku sejarah ekonomi penulis-penulis Belanda menggambarkan dengan baik sejarah ekonomi rakyat Indonesia khususnya pada bab 7, Market and Entrepreneurs. Perkembangan sistem pasar di Indonesia tidak pernah mulus karena selalu tertekan oleh “sistem ekonomi” yang diterapkan di Indonesia sebagai “negara jajahan”. Pada 200 tahun pertama masa kolonialisme (1600 – 1800), persatuan Pedagang Belanda (VOC) menerapkan sistem monopoli (monopsoni) dalam membeli komoditi-komoditi perdagangan seperti rempah-rempah (lada dan pala, cengkeh, kopi dan gula), sehingga harganya tertekan karena ditetapkan sepihak oleh VOC. Meskipun VOC tidak sama dengan pemerintah penjajah Belanda, tetapi petani Indonesia merasa VOC mempunyai kekuasaan dan daya-paksa seperti pemerintah juga karena VOC mempunyai aparat “pemerintahan”, bahkan memiliki tentara. Itulah sebabnya Companie diucapkan orang Indonesia sebagai kumpeni yang tidak lain berarti “tentara” yang dapat memaksa-maksa petani menyerahkan komoditi perdagangannya yang “dipaksa beli” oleh VOC. Selanjutnya setelah VOC bubar (bangkrut tahun 1799), pemerintah penjajah Belanda tidak segera menemukan cara-cara tepat untuk mengekploitasi Indonesia, bahkan pemerintah ini terhenti sementara (1811-1816) karena penguasaan atas Indonesia diambil alih oleh Inggris pada saat Belanda di duduki Jerman, dan pemerintah Belanda mengungsi ke Inggris. Letnan  Gubernur Thomas Robert Raffles memperkenalkan sistem sewa tanah untuk mengefisienkan tanah jajahan. Sistem sewa tanah ini tidak segera diambil alih pemerintah penjajah Belanda setelah Indonesia (Hindia Belanda ) diserahkan kembali kepada Belanda.
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah hampir bangkrut setelah terlibat perang Jawa terbesar (Perang Diponegoro 1825-1830), dan Perang Paderi di Sumatera Barat (1821-1837), Gubernur Jendral Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan yang besar. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya pada harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Maka tidak ada perkembangan yang bebas dari sistem pasar.
Selain itu kehidupan rakyat kecil (ekonomi rakyat) makin berat karena penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Produksi pangan rakyat merosot dan timbul kelaparan di berbagai tempat di Jawa. Tanam Paksa adalah sistem ekonomi yang merupakan noda hitam bagi sejarah penjajahan Belanda di Indonesia, meskipun bagi pemerintah Belanda dianggap berhasil karena memberikan sumbangan besar bagi kas pemerintah. Selama sistem tanam paksa kas pemerintah jajahan Belanda mengalami surplus (batig slot). Sistem tanam paksa yang kejam ini setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi diluar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Akhirnya sistem ekonomi ke-3 dan terakhir pada jaman penjajahan yang berlangsung sampai Indonesia merdeka adalah sistem ekonomi kapitalis liberal, yang pelaku penentu utamanya bukan lagi pemerintah tetapi pengusaha swasta, sedangkan pemerintah sekedar sebagai penjaga dan pengawas melalui peraturan-peraturan per-undang-undangan. Undang-undang pertama yang menandai sistem baru ini adalah UU Agraria tahun 1870, yang memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas untuk jangka waktu sampai 75-99 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, atau untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau dalam bentuk sewa jangka pendek. Pada saat tanaman-tanaman perdagangan ini mulai dikembangkan, di beberapa daerah rakyat sudah lebih dulu menanaminya, sehingga terjadi persaingan antara perkebunan-perkebunan besar dengan perkebunan-perkebunan rakyat. Dalam persaingan antara dua sub-sistem perkebunan inilah mulai muncul masalah peranan yang tepat dan adil dari pemerintah. Di satu pihak pemerintah ingin agar perusahaan-perusahaan swasta memperoleh untung besar sehingga pemerintah mendapat bagian keuntungan berupa pajak-pajak perseroan atau pajak pendapatan dari staf dan karyawan. Tetapi di pihak lain penduduk pribumi yaitu pekebun-pekebun kecil (perkebunan rakyat) yang sebelumnya sudah mengembangkan tanaman-tanaman ini “tidak boleh dirugikan” terutama dalam pemasaran hasilnya. Terutama dalam produksi dan pemasaran karet persaingan segera timbul, dan pemerintah yang tentunya berkepentingan meningkatkan kemakmuran rakyat tidak boleh membiarkan merosotnya kemakmuran rakyat ini, sehingga harus terus menerus mengawasi hubungan antara keduanya. Misalnya pada saat harga karet jatuh pada awal tahun 1920-an ada usulan pembatasan produksi karet (Stevensen Restriction Scheme) dari pemerintah penjajahan Inggris di Malaya yang tidak disambut baik oleh pemerintah Hindia Belanda. Perkebunan karet rakyat memiliki daya tahan jauh lebih kuat menghadapi krisis ketimbang perusahaan-perusahaan perkebunan swasta besar.
Tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan terutama Mohammad Hatta, yang belajar ilmu Ekonomi di Rotterdam, banyak menyoroti nasib buruk ekonomi rakyat yang selalu tertekan oleh pelaku sektor ekonomi modern yang dikuasai investor-investor Belanda, terutama dalam pertanian dan perkebunan, dan dikenal sebagai pertanian rakyat dan perkebunan rakyat (smallholder). Pertanian dan perkebunan rakyat dengan pemilikan lahan yang sempit, dengan teknologi sederhana dan modal seadanya, sulit berkembang karena merupakan usaha-usaha subsisten. Sebaliknya pertanian dan terutama perkebunan besar yang luasnya puluhan atau ratusan ribu hektar yang menggunakan teknologi unggul dan modal besar dalam memproduksi komoditi ekspor (karet, teh, kelapa sawit, tebu dan tembakau), tidak tertarik bekerjasama dengan usaha-usaha ekonomi rakyat. Mereka, perkebunan besar, bahkan khawatir rakyat “menyaingi” hasil-hasil perkebuan besar karena hasil-hasil perkebunan rakyat dapat jauh lebih murah meskipun mungkin mutunya tidak tinggi. Demikian karena ekonomi rakyat merupakan kegiatan penduduk pribumi dan usaha-usaha besar merupakan milik pengusaha-pengusaha Belanda atau pengusaha asing lain dari Eropa, maka para pemimpin pergerakan seperti Hatta, Syahrir, dan Soekarno, selalu memihak pada ekonomi rakyat dan berusaha membantu dan memikirkan upaya-upaya untuk memajukannya. Maka Hatta berkali-kali menulis di Daulat Rakyat tentang bahaya-bahaya yang mengancam ekonomi rakyat dan bagaimana ekonomi rakyat harus bersatu atau mempersatukan diri dalam organisasi koperasi sebagai bangun usaha yang sesuai dengan asas kekeluargaaan. Hanya dalam asas kekeluargaan dapat diwujudkan prinsip demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua, dan untuk semua, sedangkan pengelolaannya dipimpin dan diawasi anggota-anggota masyarakat sendiri. Inilah yang kemudian dijadikan pedoman umum penyusunan sistem ekonomi Indonesia sebagai usaha bersama yang berasaskan kekeluargan sebagaimana tercantum sebagai pasal 33 UUD 1945.
Ekonomi rakyat sebagai mata pencaharian sebagian besar rakyat (rakyat banyak) memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi pada tahun 20-an dan 30-an ketika perkebunan-perkebunan besar Belanda merugi karena anjlognya harga ekspor, justru perkebunan rakyat menikmatinya.
The 1920s were the “golden age” (hujan emas or “golden rain”) for smallholder rubber, long remembered among rural residents in Palembang, Jambi, and West and South Kalimantan. Consumption of both local and imported goods quickly increased. The number of motor cars in Palembang rose from 300 in 1922 to 1300 in 1924 and more than 19000 bicycles and 17000 sewing-machines were imported into Palembang and Jambi in 1920s ….. Much romantic nostalgia surrounded the hujan emas in the rubber regions in the Outer islands (Howard Dick et. al, 2002:138).  
Pada zaman pendudukan Jepang dan awal kemerdekaan, ekonomi rakyat makin berkembang dengan pemasaran dalam negeri yang makin luas ditambah pasar luar negeri yang ditinggalkan perkebunan-perkebunan besar yang mulai mundur. Dan dalam hal komoditi tebu di Jawa tanaman tebu rakyat mulai berperanan besar menyumbang pada produksi gula merah (gula mangkok) baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pada tahun 1975 pemerintah yang mulai pusing mengelola industri gula di Jawa membuat putusan mengagetkan dengan Inpres No. 9/1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang melarang pabrik-pabrik gula (pemerintah maupun swasta ) menyewa lahan milik petani. Semua tanah sawah dan tanah kering harus ditanami tebu rakyat karena tanaman rakyat dianggap lebih unggul khususnya secara ekonomis dibanding tanaman perkebunan besar/pabrik, dan yang paling penting pemerintah ingin menghilangkan konflik-konflik yang selalu terjadi antara pabrik-pabrik gula dan rakyat pemilik tanah. Kebijaksanaan TRI ini gagal total karena mengabaikan kenyataan pemilikan tanah rakyat yang sudah sangat sempit, yang mempunyai pilihan (alternatif) untuk ditanami padi. Karena tebu sebagai bahan baku untuk gula harganya ditetapkan pemerintah, sedangkan untuk padi tidak,  maka di mana pun petani memilih menanam padi. Akibatnya tujuan untuk menaikkan produksi dan produktivitas tebu tidak tercapai (produksi gula merosot), dan Inpres TRI ini dicabut pada tahun 1998 setelah sangat terlambat, dan membuat kerusakan besar pada industri gula di Jawa. Dewasa ini industri gula di Jawa termasuk salah satu industri yang paling sakit di Indonesia.
Demikian sejarah ekonomi rakyat berawal jauh sebelum Indonesia merdeka, namun tidak banyak pakar mengenalnya karena para pakar, khususnya pakar-pakar ekonomi, memang hanya menerapkan ilmunya pada sektor ekonomi modern terutama sektor industri dengan hubungan antara faktor-faktor produksi tanah, tenaga kerja, dan modal serta teknologi yang jelas dapat diukur. Karena dalam ekonomi rakyat pemisahan atau pemilahan faktor-faktor produksi ini tidak dapat dilakukan maka pakar-pakar ekonomi “tidak berdaya” melakukan analisis-analisis ekonomi.

Rabu, 12 Oktober 2011

Prinsip-Prinsip Etika Bisnis


Prinsip-prinsip Etika Bisnis

Keraf (1994:71-75) menyebutkan terdapat lima prinsip etika bisnis yaitu:


1. Prinsip Otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat.


2. Prinsip Kejujuran. Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik. Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.


4. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.


5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri. Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Relativitas Moral Dalam Bisnis

Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut. Pandangan pertama adalah norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya. Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan bahwa tidak ada nilai dan norma moral yang bersifat universal yang berlaku di semua negara dan masyarakat, bahwa nilai dan norma moral yang berlaku di suatu negara berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh karena itu, menurut pandangan ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena bagaimanapun mencuri, merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap tidak etis.
Pandangan kedua adalah bahwa nilai dan norma moral sendiri paling benar dalam arti tertentu mewakili kubu moralisme universal, yaitu bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap benar di negara sendiri harus diberlakukan juga di negara lain (karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan sendirinya). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia adalah manusia, dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.
Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
Kendala-kendala Pelaksanaan Etika Bisnis
Pelaksanaan prinsip-prinsip etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum. Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Di Amerika Serikat terdapat sebuah badan independen yang berfungsi sebagai badan register akreditasi perusahaan, yaitu American Society for Quality Control (ASQC)
Antara Keuntungan dan Etika


Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya, sebagaimana dianut pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena :
Keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam usaha bisnisnya.
Tanpa memeperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran nasional.
Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang lebih baik.
Ada beberapa argumen yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan bahwa justru demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan , sangat relevan, dan mempunyai tempat yang sangat strategis dalam bisnis`dewasa ini.
Pertama, dalam bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis dituntut menjadi orang-orang profesional di bidangnya.
Kedua dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu hal yang paling pokok untuk bisa untung dan bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
Ketiga, dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pemerintah dijamin, para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Slaah satu cara yang paling efektif adalah dengan menjalankan bisnisnya bisnisnya secara secara baik dan etis yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja merugikan hak dan kepentinga semua pihak yang terkait dengan bisnisnya.
Keempat, perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siap untuk eksploitasi demi mengeruk keuntunga yang sebesar-besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama dari bisnis suatu perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya perusahaan tersebut.
Bismis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan. Argumen mengenai keterkaitan antara tujuan bisnis dan mencari keuntungan dan etika memperlihatkan bahwa dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan yang menjalankan bisnisnya secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.

Tingkatan Etika Bisnis

TINGKATAN ETIKA BISNIS

Weiss(1995) mengutip pendapat Carroll( 1989) membahas lima tingkatan etika bisnis, yaitu individual, organisasional, asosiasi, masyarakat, dan internasional.

1. Tingkat individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan. Jika masalah etis hanya terbatas pada tanggung jawab individual, maka seseorang harus memeriksa motif dan standar etikanya sebelum mengambil keputusan.

2. Tingkat organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.

3. Tingkat asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus melihat anggaran dasar atau kode etik organisasi profresinya sebagai pedoman sebelum ia memberikan saran pada kliennya.

4. Tingkat masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat diterima secara sah. Ketentuan ini tidak mesti berlaku sama di semua negara. Oleh karena itu, kita perlu berkonsultasi dengan orang atu badan yang dapat dipercaya sebelum melakukan kegiatan bisnis di negara lain.

5. Tingkat internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena faktor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan. Oleh karena itu, konstitusi, hukum, dan kebiasaan perlu dipahami dengan baik sebelum seesorang mengambil keputusan.

Mengapa Etika Bisnis Diperlukan?


Mengapa Etika Bisnis Diperlukan ?
1. Para Pelaku Bisnis dituntut Profesional
2. Persaingan semakin tinggi
3. Kepuasan konsumen faktor utama
4. Perusahaan dapat dipercaya dalam jangka panjang
5. Mencegah jangan sampai dikenakan sanksi-sanksi pemerintah pada akhirnya mengambil keputusan.
Sikap Bisnis Ditunjukan Dalam Hal
-Intergrity : Bertindak jujur & benar
-Manner : Tidak Egois
-Personality : Kepribadian
-Aparance : Penampilan
-Consideration : Memahami sudut pandang lain dalam berfikir selama berbicara.
Etika Bisnis Dlm Penggunaan Hak Milik Intelektual :
1.Hak Cipta : Pencipta / penerima hak untuk mengumumkan ciptaannya.
2.Hak Paten : Negara ; penemuan teknologi
3.Hak Merek : Tanda , gambar, tulisan, pembeda barang & jasa.
Bisnis ; “Business” ; Kegiatan Usaha.
Bisnis ; Kegiatan yang bertujuan mengutamakan keuntungan dengan memperhitungkan rugi laba, mengutamakan What I Have To Get , Not What I have To Do.
Kegiatan Bisnis Di Kelompokan Dalam 3 Bidang :
1.Kegiatan Perdagangan : jual-beli
2.Bisnis dalam arti kegiatan industri
3.Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.
Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.
Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.
Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi,”.
Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan kinerja keuangannya,”.
Pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik secara simultan sebesar 65%. Secara parsial pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik masing-masing sebesar 26,01% dan 32,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa komninasi penerapan etika dan budaya dapat meningkatkan pengaruh terhadap orientasi strategik. ”Hendaknya perusahaan membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu persyaratan bagi penerapan orientasi strategik yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang mendukung,”.
Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain:
1.     Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
2.     Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
3.     Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
  1. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi.
Etika bisnis, selanjutnya disingkat EB, merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat. Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika dibidang hubungan ekonomi antar manusia. Secara terperinci, Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat kegiatan sebagai berikut:
1. penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-prinsip etuka bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau tindakan yang diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Dengan demikian etik bisnis membantu pra pelaku bisnis untuk mencari cara guna mencegah tindakan yang dinilai tidak etis.
2. etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia bisnis, tetapi juga metaetika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisais atau perusahaan bisnis. Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
3. bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada umumnya dan sistem ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah keadilan sosial, hak milik, dan persaingan.
4. etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain- lain.
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan monkey business atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks. (Weis) .
Etika Bisnis merupakan studi mengenai bagaimana norma moral personal diaplikasikan ke dalam aktivitas dan tujuan perusahaan (Laura Nash).
SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA BISNIS
Setelah melihat penting dan relevansi etika bisnis ada baiknya jika kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis itu. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis di sini, yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
2. Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut. Etik bisnis mengajak masyarakat luas, entah sebagai kartawan, konsumen, atau pemakai aset umum lainnya yan gberkaitan dengan kegiatan bisnis, untuk sadar dan berjuang menuntut haknya atau paling kurang agar hak dan kepentingannya tidak dirugikan oleh kegiatan bisnis pihak mana pun.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro, yang karena itu barang kali lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangatmempengaruhi tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi melainkan juga baik tidaknya praktek bisnis dalam sebuah negara.

Teori etika bisnis dan pengertian nya


Teori Etika Bisnis dan Pengertian

Filed Under: Karya Ilmiah

pengertian etika bisnis

Pengertian Etika Berdasarkan Bahasa
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Etika bisnis memiliki padanan kata yang bervariasi, yaitu (Bertens, 2000):
1. Bahasa Belanda à bedrijfsethiek (etika perusahaan).
2. Bahasa Jerman à Unternehmensethik (etika usaha).
3. Bahasa Inggris à corporate ethics (etika korporasi).
Analisis Arti Etika
Untuk menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens, 2000):
1. Etika sebagai Praktis
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
a. Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
c. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
Perkembangan Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.

 

 

Ciri Bisnis yang Beretika

Ciri Bisnis yang Beretika
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dalam mata kuliah etika bisnis dapat disimpulkan mengenai Ciri-Ciri Bisnis yang beretika yaitu:
1. Tidak merugikan siapapun
2. Tidak menyalahi aturan-aturan dan norma yang ada
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menjelek-jelekan saingan bisnis
5. Mempunyai surat izin usaha
Semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan kita untuk menjadi pebisnis yang beretika.
Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Etika merupakan filsafat / pemikiran kritis dan rasional mengenal nilai dan norma moral yg menentukan dan terwujud dalam sikap dan pada perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.(sebuah ilmu : pengejawantahan secara kritis ajaran moral yang dipakai).

Rabu, 05 Oktober 2011

Etika Bisnis

ETIKA BISNIS

Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik atau buruk. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah.
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.

Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai berikut :


  1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang  seharusnya mengikuti  cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya. 
  2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar  yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan  menyebabkan terjadi benturan dengan hak  orang lain. 
  3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada  pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini?  Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi  serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah  pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya  kepemimpinan  para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh  cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :


  • •       Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
  • •      Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
  • •      Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
  • •      Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing  tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan  perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus  dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara :

  • •    Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
  • •    Memperkuat sistem pengawasan 
  • •    Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.